Minggu, 14 September 2008

Cerpen


KENANGAN DI WAKTU SENJA


MENATAPMU DARI SEBUAH SENJA

Lantunan detik demi detik bawa waktu pergi
Dan kita tetap di sini terpaku seribu bahasa
Matahari berlalu bersama tibanya malam
Dan kita tetap di sini terpaku seribu bahasa

Ku hanya bias menatapmu dari sebuah senja

Dan telanjangi keadaanku ini
Sebuah harapan dalam sebuah penantian

Dan malam tiba seiring serpaku
Dan kau masih diam
Dan aku hanya bisa menatapmu dari sebuah senja


Untuk kesekian kalinya aku pandangi matahari yang sudah mulai lelah dengan tugasnya, itu yang kutangkap dari senja hari ini. Matahari begitu merah, sepertinya ia telah melupakan warna aslinya , atau dia marah akan kebodohan manusia yang terus mengoyak pertahanan lapisan ozon di bumi ini,Tuhan maafkanlah hambamu ini.

Senja ini sudah sangat menyengat bagi pandanganku, sendainya matahari masih mau kompromi denganku, aku ingin sekali melihatnya bersinar indah lagi seperti sinar matahari yang membuatku jatuh luluh, yaitu sinar mata gadis yang ku kenal iga bulan yang lalu. Dia.seorang gadis pelajar yang benama Desy yang nama lengkapnya Desi Ratna Sari , disingkat DRS. Akan tetapi oleh teman-temannya ia biasa dipanggil Desi

Hal yang sangat menonjol dalan pribadinya yaitu, ia termasuk gadis cantik di kampungnya, ia juga ramah dan baik hati sehingga ia sangat disenamgi oleh sahabatnya. Dan sekarang untuk pertama kalinya aku mencoba menuangkan isi hati di secarik kertas di sebuah kaki gunung.

Jika dipikir, emang pada dasarnya aku sastrawan yang benar-benar nggak punya bakat dalam sastra. Buktinya, setelah dua minngu aku menekuni dunia sastra, baru pertama kali aku membawa alat tulis lengkap ke tempat ini. Setengah jam tak berarti apa – apa sehingga tak sedikitpun tinta itu tergores di kertas ini.

Ku coba untuk memandangi sekitar dengan seksama dengan tujuan mencari tema puisi yang kan ku buat dan saat itulah mataku tertuju pada seorang gadis yang duduk di halaman rumahnya sambil ngemil.

Imajinasiku mulai mengembang dan mulai bekerjasama antara hati dan tangan untuk mencipakan puisi yang gak kalah indahnya dengan ciptaan Chairil Anwar (mimpi kali).
Tanpa kusadari mataku terus tertuju pada gadis itu dan dalam waktu sekejap puisi ini telah selesai. Sejenak aku baca dan perhatikan puisi tercepat yang pernah aku buat dan pandanganku kembali tertuju padanya, namun kemana dia……?(malu kali…)

Kenapa hilang tiba-tiba ? “Kamu nulis apaan sich?”. Aku kaget tak terhingga suara wanita datang dari belakangku dan dalam sekejap kuputar tubuhku. Kupandangi matanya yang bercahaya seakan memberikan sesuatu yang membuatku mau bersamanya.
“Eh kok ngelamun”,tanyanya.
”gak ada kok Cuma iseng”,jawabku gugup.
“Boleh kulihat” pintanya,
“Tapi… puisi ku jelek kok”, elakku.
“Tapi kelihatanya bagus” tambahnya .
“Kau janji tidak akan menertawaiku ?” selidikku.
“Iya”, jawabnya mantap.
Dia baca dengan perlahan seperti guruku yang paling garang di sekolahku,

UNGKAPAN HATI

Aku berdiri
Memandang mu dari kejauhan
Tak sangka aku
Matamu memancarkan sinar bulan

Wajahmu besinar
Seakan terang mengalahkan malam
Bibirmu yang manis
Menuai mimpi di malam hari
Wahai engkau yang kuidamkan
Tidakkah engkau dapat memalingkan
Mukamu pada ku
Walau hanya sekejap

Apakah rembulan dapat benderang
Dan matahari menerangi hatimu
Sehingga bunga mekar
Yang ada padamu
Akan berpindah pada diriku



Aku suka puisimu ? bagus kok , gak kalah sama yang ada di sekolahanku
“Siapa dia ”tanyanya sambil menunjuk sebuah nama dalam puisiku,
“Jika kau mau mengulurkan tangan dan menyebutkan namaku aku akan memberi tahukan siapa dia” ,ucapku.

Raut wajah gadis itu seakan berubah bingung, namun sedetik kemudian senyumnya mengembang seperti bunga yang baru mekar. “Inikan namaku”tanyanya tak yakin. “Yuph”, anggukku.
“Emangnya kau tahu namaku dari siapa , kamu kan bukan orang sini ?”Tanyanya dengan tegas
“Memang aku bukan orang sini tapi ketika aku sampai disini aku bertemu dengan seorang anak kecil memberitahukan namamu” jawabku . “Ooh” ,sautnya.

Entah mengapa tangan ini tak mau diam sepertinya hendak memegang sesuatu lalu aku pun beraksi.
“Namaku Rizky”, kuulurkan tanganku dan dia pun menyambutnya. “Desi”, jawabnya.
“Kau membuatku mampu menciptakan puisi indah yang tak pernah aku membuatnya”, ucapku
“Makasih” jawabnya dam lalu bertanya ,“kau sering kemari” tanyaku
“Ya, aku suka tempat ini dan aku sering ke sini”jawabnya
“Kalau aku sih… sukanya lain”, ungkapku dan lalu dia lari sambil tersenyum simpul kepadaku.

* * *
Semenjak pertemuan itu aku menjadi semangat bila sore hari tiba , matahari senja yang selalu setia menemani kami dengan sinar keemasan dan dalam dua bulan itu aku sadari dia sering kemari.
Kedatangannya waktu itu yang paling berbeda dia kelihatan murung dan tak mau bercerita pada siapapun, tapi aku coba untuk menanyai keadaannya.
“Kamu kenapa ? Sakit ? atau Capek ?
“aku berbohong , Aku benci dia ,Aku tak pernah lagi akan menyayanginya dan Aku tak pernah merasa bersalah”jawabnya. Jawabannya itu membuat rasa ingin tahuku mengapa dia bisa-bisa berbicara seperti itu. Lalu aku mencoba menanyainya kembali. “Dia siapa ? Pacarmu ?.
“Dia Aril ! orang yang aku sayangi dulu tapi sekarang gak lagi” ucapnya. “Namun kenapa aku baru menyadarinya saat ini , saat aku merasa bersalah semenjak kepergiannya saat tak ada waktu, untuknya dan berkata aku menyayanginya sepenuh hatiku. Dia mantan aku.

“Kau menyesal…..?”,tanyaku kembali
“Yach…., karena itu aku ingin mengenangnya di saat matahari senja berada di kaki gunung ini,
“Hey.. kau sendiri mengapa tak nulis puisi lagi ? Tanyanya balik
“Kalau itu sich, aku sudah putusin gak akan nulis puisi lagi dan memutuskan untuk keluar dai seni sastra yang telah lama kujalani ini”.jawabku tegas
“Mengapa” ,tanyanya padaku
“Tak ada yang menganggap keberadaan puisiku” jawabku
“ Kamu lucu, dalam hidup ini tidak selalu enak-enakkan ! Semua selalu mempunyai rintangan untuk lebih ,maju ke depan tapi di sisi inilah kita ditantang apa benar kita seorang yang lemah dan menerima dengan pasrah apa yang akan terjadi !gak kan ?tanya balik. Jawaban Desi itu hampir saja membuatku bimbang dan merasa sangat terjatuh.
“Kalau hanya pasrah , kurasa hidupmu tak lebih dari jalan di tempat ! tak memiliki tujuan dan semangat!”, tambahnya
“Aku sudah dua bulan membuat puisi dan sudah cukup banyak ! Tapi kenapa tak seorangpun membaca puisiku” jawabku dengan penuh rasa lelah.
“Kau anggap semua sastrawan itu sukses? Aku rasa banyak yang menanti karyamu tapi mungkin beberapa saat lagi atau besok lusa atau kapanpun itu.” Jawabnya
“Menurutmu aku pantas gak menjadi seorang sastrawan” tanyaku
“kau aneh, aku mengenalmu, kau telah menggeluti pelajaran ini selama dua bulan yang lalu dan aku sudah baca puisimu yang hasilnya lumayan bagus . jadi apa yang perlu kau khawatirkan ? tanyanya balik
“Aku tak punya ide lagi ! Aku sudah tak tahu lagi bagaimana cara agar aku mandapatkan ide yang lebih cemerlang lagi !”ungkapku.
“Bagaimana dengan puisi matahari senja ? selidiknya
Aku sudah membuat puisi itu dua bulan yang lalu untukmu kan ? Dua bulan itu sudah basi ! Tidakkah kau tahu dalam waktu dua bulan hidup kita telah berubah? Ungkapku
“Maksudmu ?” ,tanyanya bingung
“Aku dan kamu telah dua bulan saling mengenal, hampir setiap hari kita kesini untuk memandangi langit sore tidakkah kau melihat adanya perubahan dengan matahari dulu dengan yang sekarang, yang tampak merah menyala terang tetapi sangat menyakitkan mata, warna keemasannya hampir pudar, kau menyadarinyakan ?. Lalu mau kau apa ? ,tanyaku makin bingung.
“Aku ingin kau membuat satu puisi yang berjudul matahari senja yang paling indah untukku.”pintanya
“Tapi kapan ku serahkan ! “
“Ku tunggu kau besok sore dan ku harap esok matahari akan kembali memperlihatkan cahayanya yang keemasan”, ungkapnya.
Baiklah aku akan selesaikan untukmu

* * *

Ku layangkan pandanganku kesegala arah, …..di mana Desi …..? mengapa dia tak menepati janjinya. Aku tlah menuggumya satu jam dan telah menyaksikan matahari yang tenggelam ke ufuk barat, apakah mungkin Desi membohongiku ?. tapi mengapa ?

Selama dua bulan aku berteman dengannya tak sekalipun dia ingkar janji , tapi sekarang mengapa ? Ia malah menghilang, dan sinar matahari pun kian menipis dan akhirnya hilang tenggelam bersama matahari harapanku.

AKU TELAH PERGI

Bila nanti suatu pagi
Aku tak lagi kau temui
Tak usah aku kau cari
Tak perlu aku kau sesali

Karena aku telah pergi
Atau bahkan telah mati
Tapi satu yang pasti
Ku akan kembali pada yang menanti


Tanpa kusadari hembusan hawa malam menerpa pipiku dan buatku melamunyang membawa ku terbang mengingat dia matahari harapanku yang hilang tanpa aku tahu kemana langkahnya. Namun sinar matanya , perkataannya telah membuatku
Membunuh janjiku sendiri yaitu tidak akan membuat puisi lagi . dan hari ini aku memutuskan kembali ke arahku, impianku yang akan membuat puisi matahari senja yang indah di hari ini. Walaupun ada tidaknya dirimu yang menemaniku matahari harapanku.


selesai

Tidak ada komentar: